Saat aku terbangun, aku teringat kenangan masa laluku.
Saat aku mengangkat kepalaku dari atas sebuah meja kayu, persendian tubuhku terasa sedikit nyeri. Mungkin karena aku
tidur dengan posisi yang salah.
Aku meregangkan tubuhku dan terasa sangat nyaman.
Lalu, aku menggelengkan kepalaku dan suara mengerikan *gokigoki* terdengar. Karena suara itu, paman penjaga toko
yang berada di belakang kasir mengerutkan keningnya dan menatapku.
“Akhirnya bangun juga.”
Perkataannya itu terdengar sangat kasar sambil dia mengelap cangkir di tangannya.
Merasa sedikit iri pada sikap seperti itu, aku membuka kelopak mataku yang berat karena alkohol dan menolehkan
wajahku pada paman itu.
“Ya, sake di sini sangat enak. Aku bahkan sampai melihat mimpi yang sangat indah.”
Aku pikir itu adalah mimpi tentang masa laluku.
Aku merasakan sesuatu di dalam dadaku menjadi sedikit lebih hangat.
Aku penasaran apakah rekan lamaku baik-baik saja.
Memikirkannya, aku sekali lagi menggelengkan kepalaku.
Aku berbagi segalanya bersama mereka semua.
Dipanggil(summon) untuk menjadi pejuang, dipuja sebagai pahlawan, dan diharapkan untuk membunuh seorang dewa
--Aku sangat merindukan kenangan itu. Di dalam dadaku terbenam kerinduan atas hari-hari itu dan juga sedikit rasa
penyesalan.
Bersikap layaknya seorang pejuang, kembali dengan meriahnya sebagai pahlawan dan dipuja sebagai Pembunuh
Dewa(God-slayer).
Aku penasaran bagaimana pendapat rekan-rekan lamaku tentang diriku yang melarikan diri dari tekanan itu.
Kemungkinan mereka marah padaku, menurutku.
Sayangnya, aku tidak memiliki keberanian untuk memastikannya.
Dan aku juga tidak berniat untuk melakukan hal itu nantinya.
Di sebuah kasir yang tersinari oleh cahaya redup dari sebuah lilin, aku mengeluarkan sebuah koin tembaga dari
kantungku yang sudah nyaris kosong dan berkata dengan suara kering.
“Ambil saja kembaliannya.”
“Baiklah, cepat pulang sana. Jangan mabuk dan tertidur di tepi jalan ya?”
“Hahaha, aku akan berhati-hati.”
Bangun dari kursi kayuku, jalanku sedikit sempoyongan. Aku tidak bisa menggerakkan kakiku sesuai keinginanku karena
alkohol.
Melihatku seperti itu, paman penjaga toko sekali lagi mengeluh.
Sepertinya sekarang sudah cukup larut. Walaupun saat ini malam hari, tapi tidak ada pengunjung lain yang masih minum
di sini.
Yaah, tapi alasan lainnya mungkin karena di wilayah ini memang penduduknya tidak terlalu banyak.
Aku sekali lagi membungkuk pada paman penjaga toko yang tetap membuka tokonya sampai aku bangun dan
meninggalkan toko itu.
Udara dingin menerpa tubuhku dan pikiranku terasa menjadi sedikit lebih jernih.
Tapi, langkahku masih tidak stabil.
Berpikir kalau ini adalah akhir dari seseorang yang dulunya adalah seorang pejuang dan dipuja sebagai pahlawan, aku
hanya bisa tertawa.
Sudah tiga tahun sejak kami dipanggil ke dunia ini. Butuh dua tahun untuk mengalahkan Dewa Iblis.
Satu tahun yang lalu, aku berpisah dengan rekan-rekanku dan pergi ke desa ini untuk hidup tenang dengan hadiah uang
yang ku dapatkan sebagai imbalan untuk membunuh Dewa Iblis.
Mungkin, mungkin mereka semua sudah melupakanku.
Saat aku memikirkan hal itu, bukannya merasa sedih, aku malah merasa lega.
Aku bukanlah seseorang yang layak untuk menjadi pejuang maupun pahlawan.
Dunia lain—1 3 orang dipanggil dari bumi untuk menjadi penyelamat dunia.
Demi mengalahkan Dewa Iblis yang berniat untuk menghancurkan dunia, 1 2 orang dengan kekuatan yang sangat luar
biasaCheat dipanggil bersamaan denganku.
Aku bukanlah seorang penyihir yang mampu dengan mudahnya mengalahkan penyihir terkuat dunia ini, dan aku juga
bukan seorang pendekar yang mampu memotong sebuah golem setinggi sepuluh meter dengan sekali tebasan.
Aku bukanlah seorang jenius, maupun seseorang yang hebat dalam merangkai rencana dan aku juga tidak hebat dalam
penyembuhan. Aku juga tidak cukup hebat untuk membuat berbagai macam alat.
Rasanya sangat menyakitkan saat bersama dengan mereka yang mampu melakukan semua hal itu.
Panggilan dari dunia lain. Penyelamat. Perlindungan suci para Dewi. Kepercayaan dari kerajaan. Harapan semua orang.
Aku pikir mereka berdua belas yang terus melangkah maju sambil mengemban semua itu sangatlah hebat.
Tapi sayangnya, semua itu terlalu berat bagiku.
“Ah... ngantuk.”
Di langit malam, sang bulan bersinar kemerahan.
Warna itu membuktikan kalau ini adalah dunia lain. Aku mengeluh penuh rasa kantuk.
Kalau aku tertidur seperti itu, aku pikir mungkin aku akan bermimpi tentang masa lalu itu lagi.
Merasa yakin dengan hal itu, aku terus berjalan di jalanan malam.
Di dunia ini tidak ada listrik, jadi keadaan akan menjadi sangat gelap setelah matahari terbenam.
Di Ibu kota kerajaan, terdapat lampu jalan yang terbuat dari kekuatan sihir jadi di sana sedikit lebih terang, tapi itu tidak
berlaku untuk desa terpencil tempatku berada saat ini.
Bergantung pada cahaya redup bulan, aku berjalan menuju penginapan di mana aku sudah menyewa sebuah kamar.
Aku menguap sekali lagi.
Apa yang harus ku lakukan besok?
Aku terpikir hal itu saat aku menendang sebuah kerikil dengan ujung sepatuku.
Yaah, aku akan memikirkan sesuatu nanti.
Mengambil beberapa permintaan(request) di guild petualang untuk mendapatkan sedikit uang, untuk makan dan sesekali
minum.
Tiga tahun setelah datang ke dunia ini. Dua tahun ku habiskan untuk mengalahkan Dewa Iblis dan satu tahun sisanya ku
habiskan seperti yang ku sebutkan tadi.
Sepertinya rekan-rekanku menggunakan kemampuan mereka untuk mendapatkan uang.
Memperkenalkan permainan yang terkenal di dunia kami, memajukan sistem pemerintahan dan memajukan standar hidup
masyarakat.
Aku bahkan mendengar kalau ada yang bekerja sebagai ksatria di istana kerajaan dan mendapatkan uang dengan
mengalahkan monster.
Yaah, mengubah dunia kedengarannya jauh lebih sulit daripada menyelamatkannya. Tapi aku pikir mereka semua pasti
hidup bahagia Di sana.
Aku yakin mereka pasti takkan hidup kekurangan uang sepertiku.
“Dinginnya.”
Saat udara malam yang dingin menerpa tubuhku, aku menggigil karena rasa dinginnya.
Dan aku mengeluh.
Tidak ada internet, tidak ada mobil, tidak ada cara untuk kembali ke dunia kami dan tidak ada cara untuk menghubungi
keluarga maupun teman kami.
Itu terasa seperti hubungan kami tiba-tiba terputus begitu saja.
Tapi, aku masih tidak bisa membenci dunia ini.
Aku tidak bisa membenci dunia ini, tapi aku juga tidak bisa menyukai dunia ini, aku selalu hidup setengah-setengah di
dunia ini. Kalau aku ditanya apakah aku menyukai atau membenci dunia ini, mungkin aku akan menjawab kalau aku
menyukainya. Tapi aku takkan bisa mengatakannya dengan yakin.
Ya ampun, apa yang ku lakukan?
*keluh*
Saat aku menatap ke atas, bulan yang berwarna kemerahan menatap rendah padaku.
“Aku harus mencari uang.”
Karena aku sudah membayar biaya penginapan di muka, itu takkan menjadi masalah untuk sementara ini, tapi isi
kantungku sebentar lagi akan terkuras habis.
Seorang pejuang yang dipanggil dari dunia lain dan juga seorang pahlawan Pembunuh Dewa—Aku adalah bagian dari
mereka.
Tapi, walaupun begitu, aku sedang mengalami kesulitan dengan uang untuk makan esok hari.
Kenyataan ini memang sangat menggelikan.
Saat aku mengangkat kepalaku dari atas sebuah meja kayu, persendian tubuhku terasa sedikit nyeri. Mungkin karena aku
tidur dengan posisi yang salah.
Aku meregangkan tubuhku dan terasa sangat nyaman.
Lalu, aku menggelengkan kepalaku dan suara mengerikan *gokigoki* terdengar. Karena suara itu, paman penjaga toko
yang berada di belakang kasir mengerutkan keningnya dan menatapku.
“Akhirnya bangun juga.”
Perkataannya itu terdengar sangat kasar sambil dia mengelap cangkir di tangannya.
Merasa sedikit iri pada sikap seperti itu, aku membuka kelopak mataku yang berat karena alkohol dan menolehkan
wajahku pada paman itu.
“Ya, sake di sini sangat enak. Aku bahkan sampai melihat mimpi yang sangat indah.”
Aku pikir itu adalah mimpi tentang masa laluku.
Aku merasakan sesuatu di dalam dadaku menjadi sedikit lebih hangat.
Aku penasaran apakah rekan lamaku baik-baik saja.
Memikirkannya, aku sekali lagi menggelengkan kepalaku.
Aku berbagi segalanya bersama mereka semua.
Dipanggil(summon) untuk menjadi pejuang, dipuja sebagai pahlawan, dan diharapkan untuk membunuh seorang dewa
--Aku sangat merindukan kenangan itu. Di dalam dadaku terbenam kerinduan atas hari-hari itu dan juga sedikit rasa
penyesalan.
Bersikap layaknya seorang pejuang, kembali dengan meriahnya sebagai pahlawan dan dipuja sebagai Pembunuh
Dewa(God-slayer).
Aku penasaran bagaimana pendapat rekan-rekan lamaku tentang diriku yang melarikan diri dari tekanan itu.
Kemungkinan mereka marah padaku, menurutku.
Sayangnya, aku tidak memiliki keberanian untuk memastikannya.
Dan aku juga tidak berniat untuk melakukan hal itu nantinya.
Di sebuah kasir yang tersinari oleh cahaya redup dari sebuah lilin, aku mengeluarkan sebuah koin tembaga dari
kantungku yang sudah nyaris kosong dan berkata dengan suara kering.
“Ambil saja kembaliannya.”
“Baiklah, cepat pulang sana. Jangan mabuk dan tertidur di tepi jalan ya?”
“Hahaha, aku akan berhati-hati.”
Bangun dari kursi kayuku, jalanku sedikit sempoyongan. Aku tidak bisa menggerakkan kakiku sesuai keinginanku karena
alkohol.
Melihatku seperti itu, paman penjaga toko sekali lagi mengeluh.
Sepertinya sekarang sudah cukup larut. Walaupun saat ini malam hari, tapi tidak ada pengunjung lain yang masih minum
di sini.
Yaah, tapi alasan lainnya mungkin karena di wilayah ini memang penduduknya tidak terlalu banyak.
Aku sekali lagi membungkuk pada paman penjaga toko yang tetap membuka tokonya sampai aku bangun dan
meninggalkan toko itu.
Udara dingin menerpa tubuhku dan pikiranku terasa menjadi sedikit lebih jernih.
Tapi, langkahku masih tidak stabil.
Berpikir kalau ini adalah akhir dari seseorang yang dulunya adalah seorang pejuang dan dipuja sebagai pahlawan, aku
hanya bisa tertawa.
Sudah tiga tahun sejak kami dipanggil ke dunia ini. Butuh dua tahun untuk mengalahkan Dewa Iblis.
Satu tahun yang lalu, aku berpisah dengan rekan-rekanku dan pergi ke desa ini untuk hidup tenang dengan hadiah uang
yang ku dapatkan sebagai imbalan untuk membunuh Dewa Iblis.
Mungkin, mungkin mereka semua sudah melupakanku.
Saat aku memikirkan hal itu, bukannya merasa sedih, aku malah merasa lega.
Aku bukanlah seseorang yang layak untuk menjadi pejuang maupun pahlawan.
Dunia lain—1 3 orang dipanggil dari bumi untuk menjadi penyelamat dunia.
Demi mengalahkan Dewa Iblis yang berniat untuk menghancurkan dunia, 1 2 orang dengan kekuatan yang sangat luar
biasaCheat dipanggil bersamaan denganku.
Aku bukanlah seorang penyihir yang mampu dengan mudahnya mengalahkan penyihir terkuat dunia ini, dan aku juga
bukan seorang pendekar yang mampu memotong sebuah golem setinggi sepuluh meter dengan sekali tebasan.
Aku bukanlah seorang jenius, maupun seseorang yang hebat dalam merangkai rencana dan aku juga tidak hebat dalam
penyembuhan. Aku juga tidak cukup hebat untuk membuat berbagai macam alat.
Rasanya sangat menyakitkan saat bersama dengan mereka yang mampu melakukan semua hal itu.
Panggilan dari dunia lain. Penyelamat. Perlindungan suci para Dewi. Kepercayaan dari kerajaan. Harapan semua orang.
Aku pikir mereka berdua belas yang terus melangkah maju sambil mengemban semua itu sangatlah hebat.
Tapi sayangnya, semua itu terlalu berat bagiku.
“Ah... ngantuk.”
Di langit malam, sang bulan bersinar kemerahan.
Warna itu membuktikan kalau ini adalah dunia lain. Aku mengeluh penuh rasa kantuk.
Kalau aku tertidur seperti itu, aku pikir mungkin aku akan bermimpi tentang masa lalu itu lagi.
Merasa yakin dengan hal itu, aku terus berjalan di jalanan malam.
Di dunia ini tidak ada listrik, jadi keadaan akan menjadi sangat gelap setelah matahari terbenam.
Di Ibu kota kerajaan, terdapat lampu jalan yang terbuat dari kekuatan sihir jadi di sana sedikit lebih terang, tapi itu tidak
berlaku untuk desa terpencil tempatku berada saat ini.
Bergantung pada cahaya redup bulan, aku berjalan menuju penginapan di mana aku sudah menyewa sebuah kamar.
Aku menguap sekali lagi.
Apa yang harus ku lakukan besok?
Aku terpikir hal itu saat aku menendang sebuah kerikil dengan ujung sepatuku.
Yaah, aku akan memikirkan sesuatu nanti.
Mengambil beberapa permintaan(request) di guild petualang untuk mendapatkan sedikit uang, untuk makan dan sesekali
minum.
Tiga tahun setelah datang ke dunia ini. Dua tahun ku habiskan untuk mengalahkan Dewa Iblis dan satu tahun sisanya ku
habiskan seperti yang ku sebutkan tadi.
Sepertinya rekan-rekanku menggunakan kemampuan mereka untuk mendapatkan uang.
Memperkenalkan permainan yang terkenal di dunia kami, memajukan sistem pemerintahan dan memajukan standar hidup
masyarakat.
Aku bahkan mendengar kalau ada yang bekerja sebagai ksatria di istana kerajaan dan mendapatkan uang dengan
mengalahkan monster.
Yaah, mengubah dunia kedengarannya jauh lebih sulit daripada menyelamatkannya. Tapi aku pikir mereka semua pasti
hidup bahagia Di sana.
Aku yakin mereka pasti takkan hidup kekurangan uang sepertiku.
“Dinginnya.”
Saat udara malam yang dingin menerpa tubuhku, aku menggigil karena rasa dinginnya.
Dan aku mengeluh.
Tidak ada internet, tidak ada mobil, tidak ada cara untuk kembali ke dunia kami dan tidak ada cara untuk menghubungi
keluarga maupun teman kami.
Itu terasa seperti hubungan kami tiba-tiba terputus begitu saja.
Tapi, aku masih tidak bisa membenci dunia ini.
Aku tidak bisa membenci dunia ini, tapi aku juga tidak bisa menyukai dunia ini, aku selalu hidup setengah-setengah di
dunia ini. Kalau aku ditanya apakah aku menyukai atau membenci dunia ini, mungkin aku akan menjawab kalau aku
menyukainya. Tapi aku takkan bisa mengatakannya dengan yakin.
Ya ampun, apa yang ku lakukan?
*keluh*
Saat aku menatap ke atas, bulan yang berwarna kemerahan menatap rendah padaku.
“Aku harus mencari uang.”
Karena aku sudah membayar biaya penginapan di muka, itu takkan menjadi masalah untuk sementara ini, tapi isi
kantungku sebentar lagi akan terkuras habis.
Seorang pejuang yang dipanggil dari dunia lain dan juga seorang pahlawan Pembunuh Dewa—Aku adalah bagian dari
mereka.
Tapi, walaupun begitu, aku sedang mengalami kesulitan dengan uang untuk makan esok hari.
Kenyataan ini memang sangat menggelikan.
=============
No comments:
Post a Comment